Kamis, 06 Mei 2010

Pemberian Obat Daftar G Hanya Oleh yang Berwenang

Pemberian obat yang termasuk dalam kategori berbahaya tanpa adanya kewenangan dan keahlian dapat membahayakan masyarakat. Obat harus diberikan secara aman dan efektif oleh orang yang memiliki keahlian dan kewenangan sehingga memiliki efek terapis yang maksimal.

Demikian dikatakan Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Sri Indrawati, dalam sidang uji materi UU No 36/2009 tentang Kesehatan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (6/5/2010) kemarin.

Sri bilang, pihak yang berwenang dalam memberikan obat harus diatur secara tegas agar tidak terjadi penyalahgunaan obat yang berpotensi untuk membahayakan pasien.
Ia memaparkan, bila obat diberikan secara salah, maka dapat terjadi bahaya seperti resistensi obat, kecacatan permanen, bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Untuk itu, pemerintah memohon kepada MK untuk menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya atau menyatakan permohonan tidak dapat diterima.

Uji materi UU Kesehatan diajukan oleh Kepala Puskesmas Pembantu Kuala Samboja, Kutai Kaltanegara, Kalimantan Timur, Misran, karena sejumlah pasal dalam UU Kesehatan tersebut dinilai tak memberikan keadilan bagi perawat di daerah terpencil.

Tiga norma dari UU Kesehatan yang diujimaterikan ke MK adalah Pasal 108 ayat (1), Penjelasan Pasal 108 ayat (1), dan Pasal 190 ayat (1). Menurut Misran, berbagai pasal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusional seluruh tenaga keperawatan yang bertugas di daerah terpencil di mana tidak ada dokter dan tenaga apoteker.

Hal ini karena para perawat hanya dibatasi untuk memberikan obat bebas dan obat terbatas, sedangkan obat yang termasuk daftar G (Gevaarlijk/berbahaya), seperti antibiotika dan analgetika, tidak bisa diberikan perawat.

Padahal, kerap terjadi situasi darurat di daerah terpencil di mana tidak terdapat dokter dan proses rujukan pasien ke rumah sakit terkendala karena faktor geografis, biaya, jarak, dan ketersediaan sarana transportasi.

Sedangkan dalam situasi darurat tersebut, tenaga keperawatan bisa dituntut untuk memberikan obat-obat yang termasuk daftar G untuk menyelamatkan pasien.

"Pada satu sisi ada keterbatasan kewenangan yang diberikan oleh hukum, dan pada saat yang sama ada keterbatasan SDM atau tidak adanya tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan," katanya.

Untuk itu, Misran menginginkan agar MK memutuskan sejumlah pasal UU Kesehatan yang diujimaterikan itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena bertentangan antara lain dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

Isi dari Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 adalah, "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan".

Misran sendiri pernah divonis 3 bulan penjara oleh karena dalam Puskesmas Bantuannya yang dipimpinnya terdapat sejumlah obat daftar G. Padahal, kenyataan di lapangan adalah seluruh Puskesmas Bantuan di wilayah Kutai Kartanegara tidak memiliki tenaga dokter.


DIPOSTKAN OLEH SHOWROOM CAHAYA INTAN MOTOR


cahayaintan1@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar